Manasik Haji dan Umrah


Manasik Haji dan Umrah

01. Ihram dari Miqat
Ihram berarti niat untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah ke tanah suci Makkah. Dengan berihram, berarti seseorang sudah mulai masuk untuk mengerjakan serangkaian ibadah haji atau umrah.
Pakaian ihram untuk laki-laki dengan memakai dua helai kain yang tidak berjahit: satu helai dipakai seperti sarung, dan satu lagi diselempangkan mulai dari bahu kiri hingga ke bawah ketiak sebelah kanan.
Sedang bagi perempuan adalah pakaian biasa yang menutup seluruh anggota badan kecuali bagian muka dan telapak tangan dari pergelangan hingga ujung jari-jarinya. Disunnahkan memakai pakaian ihram berwarna putih, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Bersamaan dengan selesainya niat dan memakai pakaian ihram, seorang jama’ah hendaklah langsung mengucapkan kalimat talbiyah (Labbaik Allahuma Labbaik)
Miqat terbagi dua:
  1. Miqat Zamani: waktu-waktu pelaksanaan haji; mulai dari awal bulan Syawal sampai tanggal sepuluh bulan Dzulhijjah
  2. Miqat Makani: tempat ber-ihram yaitu tempat-tempat (tertentu) di mana seseorang yang akan melaksanakan haji atau umrah memulai ihramnya. Tempat-tempat tersebut telah ditentukan oleh Rasulullah Saw sesuai dengan arah kedatangan jamaah haji, yaitu:
  • Dzul Hulaifah (Bir ‘Ali), miqat penduduk Madinah atau yang datang dari arahnya.
  • Juhfah, miqat penduduk Syam atau yang datang dari arahnya.
  • Qarnul Manazil, miqat penduduk Nejd atau yang datang dari arahnya.
  • Yalamlam, miqat penduduk Yaman atau yang datang dari arahnya.
Orang yang tidak sampai pada batas-batas miqat tersebut, maka ia ber-ihram dari rumahnya. Demikian pula penduduk Mekkah, mereka ber-ihram dari rumah mereka masing-masing.
Catatan:
  • Untuk jamaah haji Indonesia, bagi gelombang I (yang langsung menuju Madinah lebih dahulu), miqat ihramnya di Bir ‘Ali atau Dzulhulaifah (sama dengan penduduk Madinah).
  • Sedang bagi jama’ah haji gelombang II (yang langsung menuju Makkah), miqat ihramnya bisa dilaksanakan di salah satu dari 3 miqat berikut:
  1. Asrama Haji Embarkasi di Tanah Air
  2. Di atas pesawat udara pada garis sejajar dengan Qarnul Manazil; atau
  3. di Airport King Abdul Aziz Jeddah (berdasarkan fatwa MUI).

02.  Thawaf Qudum

Thawaf artinya mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali di mana posisi Ka’bah berada di sebelah kiri jama’ah. Diawali dan diakhiri sejajar dan searah dengan Hajar Aswad. Karena posisi Ka’bah berada di sebelah kiri jama’ah, berarti orang yang thawaf berputar (mengelilingi) Ka’bah pada posisi berlawanan arah jarum jam.
Thawaf Qudum merupakan thawaf penghormatan pada Baitullah (Ka’bah). Thawaf Qudum dilaksanakan pada hari pertama kedatangan di Makkah. Disunnahkan mempercepat langkah pada tiga putaran pertama. Selesai thawaf, disunnahkan (jika memungkinkan); shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, meminum air zamzam dan mencium hajar aswad.

03.  Sa’i

Sa’i artinya berjalan agak tegak cepat (mirip lari-lari) yang dimulai dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan sebaliknya sebanyak 7 kali. Dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah.
Hitungan 7 kali adalah sekali jalan. Adapun tata cara sa’i adalah:
  1. Dimulai dari bukit Shafa
  2. Mengenakan pakaian ihram
  3. Berjalan agak cepat
  4. Mengangkat telapak tangan (bukan mengangkat lengan seperti orang yang sedang shalat) sambil membaca talbiyyah dan do’a-do’a
  5. Tertib yang berakhir di bukit Marwah.

04.  Tahallul (dari Umrah)

Setelah selesai Sa’i, jama’ah haji mencukur (halq) atau memendekkan (taqshir) rambutnya sebagai tanda Tahallul (keadaan dimana jama’ah haji/umrah menjadi bebas atau boleh mengerjakan sesuatu yang sebelumnya dilarang selama dalam ihram).
Untuk jamaah laki-laki, kegiatan mencukur harus mengenai seluruh rambutnya, baik dicukur pendek (cepak) maupun gundul. Sedang bagi jama’ah perempuan cukup dipotong di ujung rambutnya di bagian belakang secara merata, sekitar 2-3 cm saja.
Sebagian mazhab berpendapat bahwa untuk jama’ah perempuan cukup memendekkan dengan 3 helai rambut saja. Setelah tahallul, jamaah menunggu hingga hari Tarwiyah (8 Zulhijjah) saat ber-ihram kembali untuk Haji.

05.  Ihram Haji

Pada hari Tarwiyah (8 Zulhijjah) jamaah haji kembali ber-ihram untuk Haji. Ia mengenakan pakaian ihram dan berniat Haji dari tempat tinggalnya.
Tata cara dan Niat Ihram sama dengan Tahap I (Lihat Ihram dari Miqat diatas) Setelah ber-ihram, jamaah haji menuju Mina.

06.  Mabit di Mina

Tanggal 8 Zulhijjah jamaah haji menetap (mabit) di Mina hingga pagi tanggal 9 Zulhijjah. Di Mina jamaah haji melakukan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh.
Shalat dilakukan pada waktunya, namun disunnahkan meng-qashar shalat-shalat empat rakaat (Zhuhur, Ashar, Isya) menjadi dua-dua rakaat.
Setelah terbit matahari tanggal 9 Zulhijjah, jamaah haji berangkat menuju Arafah untuk melaksanakan Wuquf.

07.  Wuquf di Arafah

Waktu pelaksanaan Wuquf adalah pada tanggal 9 Zulhijjah, tepatnya mulai tergelincirnya matahari (sektiar jam 12 siang ketika mau waktu salat zhuhur) sampai terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Pelaksanaan wukuf di Arafah dianggap sah meskipun hanya sesaat, selama tidak keluar dari waktu-waktu tersebut. Adapun tata cara wuquf adalah :
  1. memulai saat dimulainya wuquf saat tergelincirnya matahari pada 9 Dzulhijjah
  2. salat zhuhur dan ashar sekaligus dengan cara jamak taqdim
  3. dianjurkan memperbanyak doa dan dzikir serta renungan
  4. menghadap qiblat ketika membaca Al-Quran, berdoa, dan dzikir
  5. dilarang membunuh binatang dan berkata tidak sopan. Jamaah haji tidak boleh meninggalkan Arafah sampai dengan terbenamnya matahari (waktu maghrib).

08.  Mabit di Muzdalifah

Setelah terbenam matahari (ketika masuk maghrib) pada hari Arafah, jama’ah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk berhenti, istirahat, dan bermalam.
Mabit di Muzdalifah waktunya tidak lama, sekedar waktu mencari kerikil untuk persiapan melontar jamrah. Namun karena banyaknya arus kendaraan dan jutaan manusia, sebagian dari jamaah biasanya mabit di Muzdalifah ini agak lama sambil menunggu waktu atau suasana yang lebih longgar.
Mengumpulkan batu untuk melontar Jumrah sebanyak 4×7 batu kerikil.
Dari Muzdalifah jamaah menuju Mina untuk persiapan melontar jamrah esoknya. Di perjalanan dianjurkan banyak membaca talbiyah.

09.  Melontar Jamrah

Melontar atau melempar jamrah adalah melempar dengan batu kerikil (yang diambil ketika mabit) ke sasaran tempat jamrah (marma). Setiap kali melempar batu ke jamrah, jamaah membaca Takbir (Allahu Akbar).
Sejak berada di Mina pada tanggal 10 Zulhijjah, jama’ah haji memulai melempar Jamrah ‘Aqabah saja, sebanyak 7 butir.
Pada hari Nahr ini pula (10 Zulhijjah), jama’ah bisa/dibolehkan melaksanakan Thawaf Ifadhah.
Kemudian waktu berada di Mina kembali setelah dari Thawaf Ifadhah, jama’ah kembali melanjutkan melontar jamrah. Adapun waktu melontar jamrah, rata-rata dimulai sejak tergelincirnya matahari dan diakhiri pada tengah malam.

10.  Menyembelih Hewan

Setelah melempar jamrah ‘Aqabah, jamaah haji menyembelih hewan (Dam). Bagi haji Tamattu’ dan Qiran diwajibkan menyembelih hewan.
Waktu penyembelihan hewan dapat dilakukan hingga tanggal 13 Zulhijjah, namun dianjurkan untuk disegerakan setelah melontar jamrah ‘Aqabah.

11.  Mencukur/Memendekkan Rambut (Tahallul)

Selesai menyembelih hewan, jamaah haji mencukur (halq) atau memendekkan (taqshir) rambutnya sebagai Tahallul Awwal (tahallul pertama).
Yang dimaksud Tahallul Awwal adalah membebaskan diri dari keadaan ihram setelah melakukan dua dari tiga perbuatan alternatif berikut:
  1. melontar jamrah Aqabah (jamrah ketiga)
  2. thawaf ifadhah dan sa’i dan
  3. mencukur / memendekkan rambut. Setelah Tahallul Awwal, jamaah haji boleh melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang selama ihram, kecuali hubungan suami isteri (jima’).

12.  Thawaf Ifadhah

Thawaf Ifadhah merupakan thawaf rukun haji atau dikenal juga dengan sebutan thawaf ziarah. Thawaf Ifadhah lebih dianjurkan untuk dilaksanakan pada hari-hari tasyriq (tanggal 11,12, dan 13 Zulhijjah).
Karena termasuk salah satu rukun haji, maka bagi jama’ah haji yang tidak melaksanakannya, berarti hajinya batal atau tidak sah. Tata cara dan ketentuan Thawaf Ifadhah sama dengan sebagaimana dijelaskan pada Thawaf Qudum.

13.  Sa’i (Haji)

Setelah Thawaf Ifadhah, jama’ah haji melanjutkan dengan Sa’i (haji). Tata cara dan ketentuan Sa’i sama dengan  sebagaimana dijelaskan pada tahap sebelumnya.
Setelah selesai Thawaf Ifadhah dan Sa’i, maka jamaah haji berarti mendapat Tahallul Tsani (Tahallul Kedua). Tahallul Tsani adalah membebaskan diri dari keadaan ihram setelah melakukan secara lengkap 3 ibadah ini:
  1. melontar jamrah ‘Aqabah
  2. Thawaf Ifadhah dan Sa’i, dan
  3. mencukur/memendekkan rambut. Dengan Tahallul Tsani, berarti jamaah haji terbebaskan dari semua hal yang sebelumnya dilarang selama ihram.

14.  Mabit di Mina

Setelah Thawaf Ifadhah dan Sa’i, jamaah haji kembali ke Mina untuk melanjutkan melontar jamrah.
Mabit di Mina ini dilaksanakan pada tanggal 10,11, dan 12 Zulhijjah (3 hari) bagi jama’ah yang mengambil Nafar awwal (yaitu bila jama’ah meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijjah, pelaku Nafar Awal hanya menginap di Mina selama 2 malam dan meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijjah sebelum matahari terbenam).
Adapun bagi jamaah yang mengambil Nafar Tsani (yaitu bila jamaah meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijjah), maka ia melakukan Mabit tanggal 10,11,12 dan 13 Zulhijjah (4 hari) Pelaku Nafar Tsani menginap di Mina selama 3 malam sebelum matahari terbenam.

15.  Melontar Jamrah Ula

Selama Mabit di Mina, setiap hari jamaah melanjutkan melontar jamrah.
Bagi jama’ah yang mengambil Nafar Awal, harus mempersiapkan batu kerikil sebanyak 49 butir dengan rincian :
  • 21 butir dilontar/dilempar pada tanggal 11 Dzulhijjah untuk 3 jamrah (Ula, Wustha, dan ‘Aqabah) masing-masing 7 butir dilontar.
  • 21 butir dilontar/dilempar pada tanggal 12 Dzulhijjah untuk 3 jamrah (Ula, Wustha, Aqabah) masing-masing 7 butir.
Bagi jama’ah yang mengambil Nafar Tsani, harus mempersiapkan batu kerikil sebanyak 70 butir dengan rincian :
  • 21 butir dilontar/dilempar pada 11 Dzulhijjah untuk 3 jamrah (Ula, Wustha, dan Aqabah) masing-masing 7 butir.
  • 21 butir dilontar/dilempar pada 12 Dzulhijjah untuk 3 jamrah (Ula, Wustha, Aqabah) masing-masing 7 butir.
  • 21 butir dilontar/dilempar pada 13 Dzulhijjah untuk 3 jamrah (Ula, Wustha dan Aqabah) masing-masing 7 butir.

16.  Thawaf Wada

Thawaf Wada’ artinya thawaf pamitan, yaitu dilakukan ketika jama’ah haji akan meninggalkan Makkah sebagai bentuk penghormatan pada Baitullah (Ka’bah).
Hukum Thawaf wada’ adalah wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan harus membayar dam (denda karena melanggar salah satu kegiatan ibadah haji) berupa menyembelih seekor kambing.
Bagi jamaah yang sakit, Thawaf Wada’ tidak wajib dan tidak dikenakan dam. Tata cara dan ketentuan Thawaf Wada’ sama dengan sebagaimana sudah dijelaskan pada jenis Thawaf sebelumnya.